Nouvelle
Critique Atau Teori Strukturalisme
Pembahasan
atau diskusi sastra di Perancis pada tahun ’60-an dikuasai oleh aliran Nouvelle
Critique. Kaum kritikus baru ini berlainan dengan kaum New Criticism dan
Merlyn. Mereka tidak yakin bahwa sebuah karya sastra dapat ditafsirkan secara
tuntas dan arti yang sesungguhnya dapat diungkapkan. Para penganut Neuvelle
Critique biarpun bernada keras dalam mengajukan pertanyaan yang kritis tentang
isinya, selalu ingin menunjukkan struktur-struktur. Dalam sebuah struktur
tampak tata susunan serta keterikatan intern.Bagian-bagian atau unsur-unsur
baru mendapat arti kalau dipandang dari keseluruhan dan keseluruhan baru bisa
dipahami kalau bagian-bagian atau unsur-unsurnya diperhatikan. Misalnya, bila
membaca sebuah teks, maka kita menafsirkan bagian-bagiannya secara local dan
sementara. Suatu pengertian yang lebih lengkap baru terjadi apabila kita
menafsirkannya dalam lingkaran-lingkaran konteks yang lebih luas. Ucapan
seorang tokoh dalam sebuah tragedi, misalnya, hendaknya ditempatkan dulu dalam
konteks adegan, sesudah itu baru dalam konteks seluruh tragedy; tragedi
tertentu kemudian kita tempatkan dalam konteks semua tragedy yang ditulis
pengarang yang bersangkutan dan akhirnyadalam visi kemanusiaan yang
terus-menerus berkembang.
Nouvelle
Critique menanamkian dirinya struturalistik. Yang dimaksud struktur dalam karya
tertentu oleh kaum kritikus tersebut ialah penjabaran konkret mengenai konsep
struktur yang pada umumnya bersangkutan dengan kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok
gtejala. (Menurut Barthes, kritik menciptakan arti-arti itu dihasilkan).
Struktur
sebuah teks yang terpampang di atas kertas baru7 menjadi jelas dan
dapatdirasakan oleh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kritikus. Membaca teks
yang sama tetapi dengan cara yang berbeda, akan memperhatikan struktur yang
berbeda juga. Teksyang sama dapat didekati oleh ahlui-ahli dari disiplin ilmu
yang berlainan. Miasalnya, sebuah teks dari Racine (pengarang tragedi perancis
dari abad ke-17) didekatioleh Carles Mauron (seorang ahli jiwa). Hasilnya,ia
menemukan keterikatan garis perkembangan tragedi dalam pengelompokan tokoh
berdasarkan kriteria agresivitas (nafsu yang menyerang). Menurutnya, ada dua
rangkaian tokoh: (1) yang memburu dan
(2) yang diburu.
Menarik
pula pelacakan Mauron yang mencari metafora yang mempersamakan tokoh-tokohnya
di dalam karya sebagian pengarang yang sama dan mencatat kata-kata apa yang
paling sering muncul kembali. Tanpa memperhatikan arti kata-kata itu menurut
konteksnya, ia hanya mencatat kemiripan dan kebertautannya. Kata-kata itu
kemudian dikelompokkan dan akhirnya tersusunlah satu jaringan arti, yaitu
jarinagn konsep atau ide yang dapat dihubungkan dengan kata-kata tersebut.
Berdasarkan jarinagn-jarinagn tersebut, menjadi jelas ‘metafora pesona’ mana
yang merupakan cirri khas bagi karya seorang pengarang tertentu atau apayang
menarik perhatian pribadi. Dalam karya Mallarme, misalnya, ia menemukan
jaringan kematian, keagungan, kejayaan, dan humor yang rupanya memesona
pengarang dan secara metaforik lalu muncul dalam karyanya.
Menurut
Lucien Goldmann, seorang Marxis, arti pokok dalam karya Racine harus didekati
secara sosiologis, yaitu dari situasi religious dalam hubungan sosialekonomis.
Roland
Barthes, tokoh utama Neuvelle Critique, dalam pendekatannya menekankan tiga
kaitan: (1) kekuasaan, (2) persaingan,dan (3) cinta. Selanjutnya ia membedakan karya
yang dapat dibaca (lisible) dan yang dapat ditulis (scriptible). Karya yang
dapat dibgaca, miswalnya novel realistic, dibaca secara horizontal dari awal
sampai akhir dalam sekejap karena pembaca ingin tahu akhir cerita dan pemecahan
masalahnya,karya yang dapat ditulis secara vertikal memaksa kita menulisnya
kembali; karena tidak jelas, teks kita analisis kata demi kata, kalimat demi kalimat,sehingga
kita menghasilkan arti-arti baru – dengan menulis teks baru, karena teks
pertama tidak dapat kita artikan secara langsung.
Dalam
karangannya yang paling popular, S/Z, Barthes membongkar sebuah teks, yaitu
novel Balzac yang berjudul sarrasine, yang dipecahnya menjadi 561 kesatuan
(lexies).
Selanjutnya
setiap kesatuan dianalisisnya menurut berbagai kemungkinan untuk mengartikannya
dan memperlihatkan bagaimana sebuah teks realistik pun mengandung konotasi simbolik
dan sebagainya. Dengan membaca dan menganalisis teks secara vertikal, ia
menulis teks itu kembali dan menjadikannya sebuah teks baru.
Dalam
hal ini, ia mempunyai titik pertemuan dengan kaum postruturalis di Amerika.
Namun,
ada yang melancarkan kecaman terhadap analisis kelompok Novelle Critique ini.
Deskripsi mereka mengenai proses interprestasi serta cara bagian dan
keseluruhan saling menentukan sebetulnya berbau filsafatdan tidak begitu saja
dapat dibuktikan. Kegemaran mereka bagi “teks-teks yang dapat ditulis”
mengakibatkan kita tidak lagi secara polos dapat menilai sebuah teks
realiistik.
Meskipun
demikian, Nouvelle Critique berjasa sekali karena mereka.”menelanjangi”
subjektivitas seorang kritikus; suatu penafsiran juga tergantung pada
pertanyaan yang diajukan mengenai teks yang bersangkutan.
Sebagai
perkembangan dari Nouvelle Critique ini, di Perancis ada pula pendekatan lain
yang penting, yang datangnya dari kaum naratologi. Para naratologi ini
mengembangkan sebuah teori dari studi mereka tentang system naratif dalam karya
sastra. Tokoh-tokohnya antara lain ialah A.J.Greimas,J.Bremond,
TzvetanTodorov,dan Gerard Genette yang sangat dipengaruhi oleh studi
VladimirPropp.
Prop
adalah peneliti sastra Rusia yang pada tahun 1928 menerbitkan sebuah buku
mengenai struktur dongeng Rusia, yaitu morphologi
of the folk tale, yang menganalis segi srtuktur naratif dongeng- dongeng
itu. Prop mengintisarikan semua cerita rakyat ke dalam tujuh speres of action’ lingkarean tindkan’
dan 31 unsur tetap atau yang disebut fungsi naratif. Antara lain simpulanya
ialah bahwa yang penting dalam dongeng bukanya toko, melainkan fungsi tokoh
dlam naratifnya.
Fungsi
naratif adalah kesatuan dasar dari bahasa naratif yang menunjukan atau merujuk
pada action ‘lakuan, yang mendasari
narat6if dari fungsi-fungsi itu cenderung mengikuti sekuaen, yaitu
kesinambungan peristiwa yang logis. Greimas dalam bujunya Semantique
Structurale(1966) lebih jauh menjabarkan skemanya dan menuju pada semacam tata
bahasa naratif yang universal dengan mencoba suatu analisis semantis struktur
kalimatnya. Alih-alih sphere of action ‘lingkaran
tindakan’ ia mengusulkan actant,
suatu kesatuan structural yang bahkan buakn tokoh ataupun naratif. Ia
mengajukan tiga pasang oposisi biner yang melibatkan enam actant atau peran
Subject ‘subjek’/object/ ‘objek’
Sender ‘ pengirim’/receiver/
‘penerima’
Helper ‘penolong’/opponent/
‘penentang’
Selanjutnya greimas menyatakan bahwa oposisi biner
ini menggambarkan tiga pola dasar yang dapat ditemukan dalam satu naratif
yaitu:
1. Keinginan,
pencarian, atau sasaran (subjek/objek)
2. Komunikasi(pengirim/penerima)
3. Tambahan
dukungan atau halangan(penolong/penentang)
System
tersebut diterapkanya pada berbagai naratif.(cf.Selden, 1986,Cuddon,1991)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar